Memento Mori
Waktu jaman kekaisaran Roma dulu, setiap ada Jendral yang berhasil menang dalam suatu pertempuran, dia akan melakukan semacam perayaaan yang berupa parade yang dinamakan dengan Triumph. Dalam parade tersebut, para budak berdiri persis dibelakang Jendral tersebut dan meneriakkan ungkapan "Respice post te! Hominem te esse memento!" : "Look behind you! Remember that you are but a man!". Atau yang dipersingkat menjadi “Memento Mori” : "Remember that you are mortal!".
Memento Mori, mungkin itu salah satu ungkapan yang paling relevan sampai saat ini. Manusia terlalu angkuh, arogan, dan merasa sebagai species yang paling tinggi diantara species yang lain. H.G Wells dalam War Of The World, mengingatkan kita akan hal ini. Dengan kearogansiannya manusia merasa bisa menaklukan alam semesta ini tanpa menyadari bahwa ada hal lain di “luar” sana. M Night Shyamalan dalam The Happening, juga mengingatkan kita akan keangkuhan manusia yang semena-mena terhadap alamnya. Tolkien dalam Lord Of The Rings, malah menggambarkan manusia sebagai ras yang paling serakah, bahkan lebih serakah dari Dwarf (kurcaci), dan haus akan kekuasaan. Di dunia nyata, manusia rela mengorbankan segala-galanya, termasuk “Tuhan”nya, demi mendapatkan harta, kekuasaan, pengakuan dan popularitas. Tapi ada satu hal yang kadang Manusia lupa, mereka lupa sama kodrat asalnya dia sebagai “manusia”. Manusia suatu saat akan mati. Manusia pasti akan mati. Manusia memang harus mati. Manusia diciptakan untuk dimatikan kembali. Harta, kekuasaan, pengakuan dan popularitas tidak akan dibawa mati. Tapi Keangkuhan, kearogansian dan ketamakan akan dibawa sampai pada “pertanggung jawaban” terakhir. Kemortalisasian manusia di dunia seharusnya dimanfaatkan oleh hal-hal yang lebih berguna, karena semuanya hanya bersifat sementara. Bumi hanya menjadi tempat penitipan sementara bagi manusia untuk tinggal di dunia yang lebih mulia lagi nantinya. Segala hal yang dilakukan manusia di dunia yang mortal ini, ada baiknya untuk selalu mengingat akan kodrat asal manusia itu sendiri, yaitu “mahluk yang tidak abadi”. Gimana cara untuk selalu mengingat hal ini, gampang, selalu bersyukur. Bersyukur karena kita dilahirkan sebagai manusia. Bersyukur karena kita masih bisa makan dan bekerja. Bersyukur karena dari hasil kita bekerja kita mendapatkan harta. Bersyukur karena apa yang kita perbuat bisa mendapatkan pengakuan dan popularitas. Bersyukur karena banyak orang diluar sana yang menyayangi kita. Bersyukur kalau sampai detik ini, kita masih diberi kesepatan untuk bernafas dan memperbaiki semua kesalahan-kesalahan kita. Inilah maksud dari ungkapan Memento Mori. Para budak mengingatkan para jendralnya, untuk jangan terlalu larut dengan kemenangannya, tapi ingatlah bahwa suatu saat nanti bisa saja si Jendral itu akan bertukar tempat dengan si budak. Karena tidak ada yang abadi di dunia ini. Bersyukur adalah jalan untuk selalu mengingat kodrat asal kita dan segala hal yang kita dapat di dunia ini, kecil maupun besar.
Cheers
Memento Mori, mungkin itu salah satu ungkapan yang paling relevan sampai saat ini. Manusia terlalu angkuh, arogan, dan merasa sebagai species yang paling tinggi diantara species yang lain. H.G Wells dalam War Of The World, mengingatkan kita akan hal ini. Dengan kearogansiannya manusia merasa bisa menaklukan alam semesta ini tanpa menyadari bahwa ada hal lain di “luar” sana. M Night Shyamalan dalam The Happening, juga mengingatkan kita akan keangkuhan manusia yang semena-mena terhadap alamnya. Tolkien dalam Lord Of The Rings, malah menggambarkan manusia sebagai ras yang paling serakah, bahkan lebih serakah dari Dwarf (kurcaci), dan haus akan kekuasaan. Di dunia nyata, manusia rela mengorbankan segala-galanya, termasuk “Tuhan”nya, demi mendapatkan harta, kekuasaan, pengakuan dan popularitas. Tapi ada satu hal yang kadang Manusia lupa, mereka lupa sama kodrat asalnya dia sebagai “manusia”. Manusia suatu saat akan mati. Manusia pasti akan mati. Manusia memang harus mati. Manusia diciptakan untuk dimatikan kembali. Harta, kekuasaan, pengakuan dan popularitas tidak akan dibawa mati. Tapi Keangkuhan, kearogansian dan ketamakan akan dibawa sampai pada “pertanggung jawaban” terakhir. Kemortalisasian manusia di dunia seharusnya dimanfaatkan oleh hal-hal yang lebih berguna, karena semuanya hanya bersifat sementara. Bumi hanya menjadi tempat penitipan sementara bagi manusia untuk tinggal di dunia yang lebih mulia lagi nantinya. Segala hal yang dilakukan manusia di dunia yang mortal ini, ada baiknya untuk selalu mengingat akan kodrat asal manusia itu sendiri, yaitu “mahluk yang tidak abadi”. Gimana cara untuk selalu mengingat hal ini, gampang, selalu bersyukur. Bersyukur karena kita dilahirkan sebagai manusia. Bersyukur karena kita masih bisa makan dan bekerja. Bersyukur karena dari hasil kita bekerja kita mendapatkan harta. Bersyukur karena apa yang kita perbuat bisa mendapatkan pengakuan dan popularitas. Bersyukur karena banyak orang diluar sana yang menyayangi kita. Bersyukur kalau sampai detik ini, kita masih diberi kesepatan untuk bernafas dan memperbaiki semua kesalahan-kesalahan kita. Inilah maksud dari ungkapan Memento Mori. Para budak mengingatkan para jendralnya, untuk jangan terlalu larut dengan kemenangannya, tapi ingatlah bahwa suatu saat nanti bisa saja si Jendral itu akan bertukar tempat dengan si budak. Karena tidak ada yang abadi di dunia ini. Bersyukur adalah jalan untuk selalu mengingat kodrat asal kita dan segala hal yang kita dapat di dunia ini, kecil maupun besar.
Cheers
Post a Comment